Jumat, 19 September 2008

Bingung

Roh Suci
"Suka dan Senang"
Hatiku sudah cukup kau ludahi...
Ludah Derita...
Ludah Getir...
Ludah Pahitnya Dunia...
Semua Tanpa ujung...
Tak berpangkal...

Peluh menghujam Arasy Tuhan beriringan dengan campakan air matanya...

Aku Bingung...
Bingung...
BINGUNG...!! kataku

"Apa Cinta juga meludahiku...??"

Roh sucipun men-ia kan hujatan syetan

Saat ku berteriak benafaskan maut
"I'm Still Love You..."

(. . .)

Kabut tersulam rapi berdampingan awan kalut
Memeluk erat cahaya sang pencahaya
Memeluk hati kalut terhampar
Berjoged bersama kholiq dan shidiq yang di dudukkan
Aku tak mengerti...

Sunyi...
Sunyi...
Sunyi...
Kelabu...
Bisu...

"Peduli apa Kau...!!!"
Entahlah...

Sampai kalut bulan purnama mencambuk hati seorang pujangga...

Pujangga Hati...
Penuh Cinta...
Abadi

Rabu, 10 September 2008


FOR THE LAST TIME

i'm bleeding watch you move

i'm dying watch you smile
for this time i'll hide my pain away
just stab and pull that dagger out
just raise me up and throw me down
for this time i'll hide my pain away

let this hurt gone with the word i said
let this pain gone with the song i sing
let this shit flow with the blade i whip
let this story burns every drop of tears

and for the last time
when this white rose gonna be fade
and blood smear the flower
let me say , i can't stay

live in this lie
let me burn myself and i'll sleep

where i am ?
give my soul back , take me with you
please don't go , bring my soul
and tears of mine
bless of mine

Jumat, 08 Agustus 2008

"Inilah Sang Maestro" Kataku

Pramoedya dilahirkan di Blora,pada 1925 sebagai anak sulung. Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya adalah seorang pedagang nasi. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.Banyak sekali cerita biografi tentang dirinya.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen serta buku di sepanjang karir militernya dan ketika dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia tinggal di Belanda sebagai bagian dari program pertukaran budaya, dan ketika kembali ke Indonesia ia menjadi anggota Lekra, salah satu organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Hal ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Presiden Soekarno.
Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, kemudian pada saat yang sama, ia pun mulai berhubungan erat dengan para penulis di Tiongkok. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat-menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa pemerintahan mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-Komunis Tiongkoknya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di Pulau Buru bersama dengan tahanan-tahanan poLitik Lainnya.
Selain ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai TAPOL(tahanan poLitik) tanpa proses pengadilan.
13 Oktober 1965 - Juli 1969
Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Nusakambangan
Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru
November - 21 Desember 1979 di Magelang
Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalaman RM Tirto Adisuryo seorang tokoh pergerakkan pada jaman kolonial yang mendirikan organisasi Sarekat Priyayi dan diakui oleh Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang AustraLia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S/PKI, tapi masih dikenakan Tahanan Rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.
Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus BaLik (1995).
Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja DaLam Cengkraman MiLiter, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, mengakhiri tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa 1970-an.
Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Ramon Magsaysay Award untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah dipertimbangkan untuk Hadiah NobeL Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian Authors'Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.
Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumah kebunnya di Bojong Gede, Bogor, dan dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan jantungnya melemah.
Pada 6 Febuari 2006 di Teater Kecil TIM, diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
Pada akhirnya sang maestro sastra Indonesia ini berpuLang ke samping Tuhan pada 30 apriL 2006 pada pukuL 08.55 dan Mr.Pram wafat pada usianya yang ke 81.Banyak orang sedih dan merasa kehiLangan.Tapi perjuanganbeLum berakhir kawan!!Masih Banyak yang harus dibenahi!!Masih Banyak yang harus Dibuat!!Jangan takut!!jangan Pernah TAkut!!
Takut adaLah ciri seorang Pecundang.....dan pecundang adaLah tong sampah yang tak berguna!!
Beberapa Penghargaan yang didapat Pramoedya Ananta Toer semasa hidupnya:
Freedom to Write Award dari PEN American Center, AS, 1988
Penghargaan dari The Fund for Free Expression, New York, AS, 1989
Wertheim Award, "for his meritorious services to the struggle for emancipation of Indonesian people", dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda, 1995
Ramon Magsaysay Award, "for Journalism, Literature, and Creative Arts, in recognation of his illuminating with briliant stories the historical awakening, and modern experience of Indonesian people", dari Ramon Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina, 1995
UNESCO Madanjeet Singh Prize, "in recognition of his outstanding contribution to the promotion of tolerance and non-violance" dari UNESCO, Perancis, 1996
Doctor of Humane Letters, "in recognition of his remarkable imagination and distinguished literary contributions, his example to all who oppose tyranny, and his highly principled struggle for intellectual freedom" dari Universitas Michigan, Madison, AS, 1999
Chancellor's distinguished Honor Award, "for his outstanding literary archievements and for his contributions to ethnic tolerance and global understanding", dari Universitas California, Berkeley, AS, 1999
Chevalier de l'Ordre des Arts et des Letters, dari Le Ministre de la Culture et de la Communication Republique, Paris, Perancis, 1999
New York Foundation for the Arts Award, New York, AS, 2000
Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka), Jepang, 2000
The Norwegian Authors Union, 2004
Centenario Pablo Neruda, Chili, 2004

Anggota Nederland Center, ketika masih di Pulau Buru, 1978
Anggota kehormatan seumur hidup dari International PEN Australia Center, 1982
Anggota kehormatan PEN Center, Swedia, 1982
Anggota kehormatan PEN American Center, AS, 1987
Deutschsweizeriches PEN member, Zentrum, Swiss, 1988
International PEN English Center Award, Inggris, 1992
International PEN Award Association of Writers Zentrum Deutschland, Jerman, 1999Beberapa Karya Pramoedya Ananta Toer:
Sepoeloeh KepaLa Nica (1946), hilang di tangan penerbit Balingka, Pasar Baru, Jakarta, 1947
Kranji-Bekasi Jatuh (1947), fragmen dari Di Tepi Kali Bekasi
Perburuan (1950), pemenang sayembara Balai Pustaka, Jakarta, 1949
Keluarga Gerilya (1950)
Subuh (1951), kumpulan 3 cerpen
Percikan RevoLusi (1951), kumpulan cerpen
Mereka yang DiLumpuhkan (I & II) (1951)
Bukan PasarmaLam (1951)
di Tepi KaLi Bekasi (1951), dari sisa naskah yang dirampas Marinir Belanda pada 22 Juli 1947
Dia yang Menyerah (1951), kemudian dicetak ulang dalam kumpulan cerpen
Cerita daRi BLora (1952), pemenang karya sastra terbaik dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1953
Gulat di Jakarta (1953)
Midah si Manis Bergigi Emas (1954)
Korupsi (1954)
Mari Mengarang (1954), tak jelas nasibnya di tangan penerbit
Cerita Dari Jakarta (1957)
Cerita Calon Arang (1957)
SekaLi peristiwa di Banten SeLatan (1958)
PanggiL Aku Kartini Saja (I & II, 1963; III & IV dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
KumpuLan Karya Kartini, yang pernah diumumkan di berbagai media; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Wanita SebeLum Kartini; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Gadis Pantai (1962-65) dalam bentuk cerita bersambung, bagian pertama triologi tentang keluarga Pramoedya; terbit sebagai buku, 1987; dilarang Jaksa Agung. Jilid II & III dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Sejarah Bahasa Indonesia.Satu Percobaan (1964); dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
Realisme SosoaLis dan Sastra Indonesia (1963)
Lentera (1965), tak jelas nasibnya di tangan penerbit
Bumi Manusia (1980); dilarang Jaksa Agung, 1981
Anak Semua Bangsa (1981); dilarang Jaksa Agung, 1981
Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981)
Tempo Doeloe (1982), antologi sastra pra-Indonesia
Jejak Langkah (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
Sang PemuLa (1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
Hikaya Siti Mariah, (ed.) Hadji Moekti, (1987); dilarang Jaksa Agung, 1987
Rumah Kaca (1988); dilarang Jaksa Agung, 1988
Memoar Oei Tjoe Tat, (ed.) Oei Tjoe Tat, (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
Arus Balik (1995)
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II (1997)
Arok Dedes (1999)
Mangir (2000)
Larasati (2000)
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)

Kamis, 07 Agustus 2008

Untuk Terakhir Kalinya

Sang Pencahaya belum bersinggasana
Saat duka menyelimuti...

Innalillahi wa innailaihi raji'un...

Sang muda bertanya pada pe -tua
"ada apa...?"

Penuh Duka dia Meratap
"Dia tlah tiada..."

Menyayat kalbu...
Melumat jiwa...

Sambil menjamah Dunia aku berkata
" Selamat jalan... dan sampai jumpa..."




untuk Iyang Yut Putri...
In Memoriam...

TIDAK...!! Kataku

Entahlah...
Kataku dalam hati

APA YANG HARUS AKU LAKUKAN...??

Arjuna cinta sepuluh istrinya
Tapi aku tidak

Romeo berajal demi Juliet...
Tapi aku tidak

Lady Day pun begitu...
Tapi aku tidak

Aku...
Adalah AKU...!!

Yang mencintainya...
Yang menyayanginya...
Yang ingin menjaga dan membelainya
Hanya untuk-Nya...
kataku

Aku Adalah Dia

Aku...

Dia...

Kamu...

Hidup itu bukan dipilih...
Juga bukan di seleksi...

Hidup itu Memilih...
Seperti aku memilihnya...

Penuh ceria
Saat Sang Pencahaya berada di tahta siangnya

Menyosong Raga
Bersimbah peluh...

Aku berkata dalam Besar Rahmat-Nya
AKU BERHASIL